Wednesday, January 22, 2014

POMPA AIR TENAGA SURYA DAN PETERNAKAN SAPI DI SUMBA

Geliat dunia peternakan mulai semakin terasa kembali akhir-akhir ini dengan dimunculkannya program swasembada sapi dan kerbau. salah satunya ialah dengan membuka ladang penggembalaan baru di provinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya di pulau Sumba. Kegiatan ini ditandai dengan berkunjungnya Presiden RI dan jajarannya termasuk menteri pertanian ke pulau Sumba setelah pulang dari Australia untuk membahas kerja sama dibidang peternakan dengan pihak Australia. Dimana kita ketahui bersama bahwa Australia merupakan salah satu Negara penghasil sapi potong terbesar dan mempunyai iklim dan kondisi lahan yang tidak jauh berbeda dengan NTT. Bayang bayang kegagalan: Pulau Sumba yang dianugeragi potensi Sabana yang sangat luas, tidak serta merta akan memberikan jaminan keberhasilan dalam pengembangan Ternak Sapi. Sudah menjadi kelaziman jika petani terpaksa harus mengobral sapi2 ternaknya pada bulan bulan kering karena tidak tersedianya pakan dan pasokan air. Kerugian yang diderita oleh petani / peternak di wilayah Sumba Timur dalam 1 musim panas bisa mencapai puluhan milyar rupiah, karena mereka terpaksa menjual sapi2 ternaknya sebelum mati kelaparan, tentu dengan harga yang sangat murah. Masalah ketersediaan pakan dan air adalah masalah klasik bagi peternak di Sumba Timur yang belum bisa dipecahkan sampai sekarang. Jika masalah ini terpecahkan, maka kita akan optimis untuk melepas ketergantungan kita pada pasokan sapi IMPORT dari Australia. PELUANG dan TANTANGAN: Sabana di Sumba Timur menyediakan makanan bagi ternak yang sangat berlimpah di musim hujan, sehingga ternak yang dikembangkan mendapatkan pasokan pakan yang berlebihan, tetapi kondisi sebaliknya terjadi pada musim panas, dimana sabana mengering dan ternakpun akan kehilangan sumber pakan. Kondisi ini sangat menarik, karena pada dasarnya persediaan pakan (Terutama Rumput) untuk kebutuhan ternak ini dapat kita sediakan “ASALKAN” terdapat pasokan air yang cukup untuk membasahi areal sabana yang ada. Pada dasarnya Rumput di Sabana akan tetap tumbuh meskipun di musim panas jika lahan yang ada bisa kita basahi sepanjang tahun. Hal ini terbukti pada lokasi lokasi yang berdekatan dengan sumber air (Mata Air) disitu tetap tumbuh Rumput dan vegetasi lain meskipun sedang musim panas. POTENSI AIR untuk membasahi sabana tersedia di lembah lembah, maka dibutuhkan teknologi pemompaan yang efektif agar air yang ada di lembah lembah tersebut dapat kita angkat ke bukit dan selanjutnya kita alirkan ke padang sabana untuk membasahi areal tersebut. Cara ini sangat mungkin dilakukan karena tidak membutuhkan teknologi canggih. Pilihan teknologi yang kami rekomendasikan adalah : Pompa Air Tenaga Surya, karena : 1. Tidak membutuhkan biaya operasional berupa pengadaan BBM Diesel (SOLAR) maupun tenaga operator. 2. Pompa Air Tenaga Surya akan memompa volume air LEBIH BANYAK pada musim kemarau (Matahari Cerah) - sehingga pasokan air yang dibutuhkan untuk pembasahan lahan tetap tersedia meskipun pada musim kemarau. 3. Pada Musim Penghujan (Sering terjadi Mendung) Pompa Air Tenaga Surya akan memompa Volume Air lebih sedikit, tetapi kebutuhan air untuk pembasahan sudah tercover oleh air hujan. 4. Memiliki life time >10 Tahun
Kami melihat bahwa kondisi peternakan di Sumba Timur ini memiliki peluang bisnis berupa : 1. Bisnis pakan ternak berupa penyediaan area Ranch yang “terus hijau” sepanjang tahun. Ranch ini bisa kita sewakan kepada investor yang membutuhkan pasokan pakan untuk ternak mereka. Atau bisa dimanfaatkan oleh peternak tradisional dengan pola KEMITRAAN dengan kita. 2. Dengan tersedianya pasokan pakan dan air yang cukup, maka kwalitas ternak sapi yang dihasilkan akan terjaga, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Hal ini memberikan keuntungan bagi peternak karena tidak harus OBRAL sapi saat musim kemarau. 3. Industri pengolahan Daging Sapi dapat dikembangkan di Sumba Timur sehingga akan menekan biaya produksi dan biaya transportasi saat akan dikirim ke luar daerah khususnya ke Jawa 4. Jasa Transportasi Ternak NTT ke Jawa (Surabaya – Jakarta). Salah Satu kendala utama bagi pemasaran hasil ternak NTT ke jawa adalah belum tersedianya fasilitas angkutan kapal yang memadai dan sesuai dengan peruntukan angkutan ternak. Sapi sapi dari NTT dikirim ke Jawa tidak menggunakan sarana khusus yang dirancang untuk pengiriman sapi, tetapi menggunakan kapal2 barang. Konsekwensinya sapi2 tersebut akan mengalami kekurangan pakan dan air selama dalam perjalanan yang berakibat turunnya bobot sapi setelah sampai di tujuan. Yang menarik bahwa ternyata ongkos kirim sapi hidup dari NTT ke Jakarta hampir 4 kali lipat dibanding ongkos kirim dari Darwin Australia ke Jakarta, informasi ini didapat dari Asosiasi pedagang Sapi Indonesia di Jakarta. Akibatnya jelas bahwa harga sapi dari NTT tidak mampu bersaing dengan sapi2 dari Australia. Sapi2 dari Australia dikirim menggunakan kapal khusus untuk sapi, sehingga sapi tetap mendapat pasokan pakan dan air yang memadai selama perjalanan, yang pada akhirnya sapi tidak mengalami penurunan berat badan saat tiba di Jakarta. Kerugian yang dialami oleh pedagang sapi akibat tidak tersedianya angkutan yang memadai akhirnya berlipat ganda : Bobot sapi turun dan Ongkos kirim lebih mahal. Inilah sebabnya pedagang lebih senang melakukan import dari Australia dibanding membeli dari NTT. Salah satu modal berharga dalam pengembangan ternak sapi di Sumba adalah : Masyarakat Sumbasudah sangat terlatih dan terampil untuk bekerja sebagai penggembala. Pekerjaan sebagai penggembala sangat diminati oleh masyarakat setempat. SOLUSI : Guna meningkatkan daya saing sapi produksi NTT ada 2 masalah yang harus segera dipecahkan: 1. Penyediaan Pakan ternak dan Air yang stabil sepanjang tahun. 2. Penyediaan sarana angkutan yang sesuai dengan kebutuhan untuk pengiriman sapi dari NTT ke Jakarta (Jawa). TIDAK LAGI Menggunakan kapal Barang untuk mengirim sapi, tapi harus menggunakan Kapal Khusus yang didesain untuk pengiriman sapi. Kapal Khusus ini harus dilengkapi dengan fasilitas persediaan pakan dan Air yang cukup. 3. Pengembangan industi olahan , sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah bagi NTT. Cara ini juga efektif untuk menekan biaya produksi, karena sapi dipotong di NTT dan dikirim sudah berupa produk olahan, baik berupa daging segar, daging Beku, Sosis Sapi dll. REFERENSI PROYEK: Kami adalah Installer Pompa Air Tenaga Surya untuk proyek pengembangan Irigasi di Bukit Tinggi Sumatera Barat TA 2013/2014. Ini adalah Pilot Proyek untuk mengatasi kelangkaan pasokan air pada areal persawahan tadah hujan. Dari proyek ini, maka Sawah yang dulunya hanya mampu digarap 1 x dalam setahun, sekarang telah dapat digarap sebanyak 3x dalam setahun, hal ini dimungkinkan karena area sawah mendapat pasokan air yang setabil sepanjang tahun. Musim Hujan air didapat dari langit sedangkan pada musim panas air didapat dari hasil pemompaan. Dengan kondisi ini maka produksi juga meningkat 3 x lipat dibanding sebelumnya.

Wednesday, January 15, 2014

Inilah kondisi sumur Irigasi pertanian di Wilayah Madiun (Harian Surya)

Puluhan sumur progam bantuan Proyek Pengembangan Air Tanah (P2AT) yang tersebar di 15 wilayah kecamatan di Kabupaten Madiun mangkrak dan tak difungsikan sejak beberapa tahun terakhir. Pasalnya, para petani enggan menggunakan sumur bantuan propinsi Jawa Timur dan pemerintah pusat itu, lantaran biayanya lebih mahal. Selain itu, mangkraknya sumur P2AT itu, juga disebabkan tidak pernah dirawat dan dipelihara. Rata-rata, sumur bantuan itu hanya berusia 3 sampai 4 tahun. Paska diresmikan penggunaannya, biasanya sudah mangkrak dan tak bisa digunakan lagi. Berdasarkan data yang berhasil dihimpun Surya menyebutkan ada sebanyak 198 unit sumur P2AT dan 190 unit sumur pompa dalam yang tersebar di sejumlah desa yang ada di wilayah Kabupaten Madiun. Namun, sekitar 38 unit sumur mangkrak alias tak difungsikan karena tidak pernah dirawat. Padahal, pembangunan sumur itu rata-rata menelan anggaran Rp 500 juta sampai Rp 800 juta per unit. Sedangkan dari 5.000 sumur pantek (bor) atau sumur pompa yang dibuat petani dengan dana pribadi sekitar 500 sumur tak berfungsi. Selain kurang dalamnya sumur juga disebabkan mesin dieselnya rusak. Padahal, di musim kemarau seperti ini petani hanya mengandalkan sumur bantuan itu untuk mengairi seluruh lahan tanaman padinya. Dampaknya, kalangan petani memilih jalan pintas dan praktis dengan membuat sumur pantek (bor) untuk mengairi lahan pertanian miliknya masing-masing. Kondisi itu, dapat menurunkan air di permukaan tanah lantaran yang disedot sumur pantek adalah air permukaan tanah. Salah satunya, sumur P2AT yang ada di Desa Sumberejo, Kecamatan/kabupaten Madiun. Berdasarkan pantuan Surya bangunan sumur P2AT itu, kini sudah tak difungsikan lagi. Bahkan pagar besi yang mengelilingi bangunan itu sudah hancur. Sedangkan tembok bangunan sumur sudah dicorat coret. Sedangkan mesin bersakala besar yang ada di dalam bangunan itu, sudah tak bisa difungsikan lagi. Bahkan, kondisi di dalamnya kumuh dan rusuh. Beruntung pintu utama untuk masuk ke dalam bangunan kamar mesin pompa besar itu masih terkunci. Salah seorang petani asal Desa Sumberejo, Kecamatan Madiun, Suwarno (51) mengatakan jika sumur P2AT yang ada di desanya itu, sudah mangkrak sejak beberapa tahun terakhir. Hal itu, selain disebabkan sudah tak bisa digunakan lagi, rata-rata petani di desanya keberatan menggunakan sumur P2AT itu. Alasannya, karena harus membayar Rp 40.000 sampai Rp 50.000 per jam. Oleh karenanya, para petani lebih memilih menggunakan sumur bor (sumur pantek) buatannya sendiri lantaran hanya membutuhkan pembelian solar sekiitar 1 liter untuk mengairi lahan pertaniannya dalam satu petak tanaman padi. "Kondisinya sudah seperti itu, karena sudah tak digunakan sumur P2AT itu. Petani dulu keberatan dengan pembayaran penggunaan sumur P2AT itu. Makanya mangkrak dan sekarang tidak pernah diperbaiki dan dirawat lagi," terangnya kepada Surya, Minggu (22/9/2013). Selain itu, Suwarno menjelaskan para petani lebih senang menggunakan dan memanfatkan sumur pantek lantaran bisa digunakan secara bergiliran antar petani satu dengan petani lainnya. Meski untuk membuat sumur pantek (bor) biasanya yang membuat adalah salah seorang petani. Namun petani yang tergolong sebagai tetangga lahan pertaniannya bisa bergantian mengalirkan air dari sumur pantek itu. Pasalnya, di musim kemarau seperti ini lahan pertanian di kampungnya hanya mengandalkan air dari sumur pantek itu. "Kalau tidak ada sumur bor, bisa jadi semua tanaman padi di kampung kami ini mati (puso) karena kekurangan pasokan air," paparnya. Hal yang sama disampaikan petani asal Desa Krandegan, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Sarmin (49). Menurutnya, sejumlah petani terpaksa menggunakan sumur pantek yang selama ini dilarang undang-undang itu. Alasannya, sumur pantek diangap lebih mengirit biaya daripada menggunakan sumur P2AT. "Dengan solar setengah liter kami sudah bisa menghidupkan mesin sumur pantek. Kalau menggunakan sumur P2AT butuhkan 5 liter solar," katanya. Kendati demikian, Sarmin mengakui jika menggunakan sumur pompa dalam atau P2AT lebih ramah lingkungan. Karena air yang diambil berasal dari bawah permukaan tanah. Kondisi itu, berbeda dengan sumur pantek atau diesel yang mengambil air sumber di permukaan tanah. "Petani lebih memilih menyelamatkan tanaman padinya di musim kemarau daripada harus memikirkan dampak lingkungannya," ungkapnya. Sementara dikonfirmasi melalui ponselnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Pemkab Madiun, Antonius Djaka Priyanto mengaku jika sumur pompa dalam di wilayah Kabupaten Madiun ada sebanyak 150 sumur. Rinciannya milik Pemkab Madiun sebanyak 90 unit sumur dan milik P2AT sebanyak 60 unit sumur. "Memang ada anggaran perbaikannya baik untuk sumru P2AT maupun sumur milik Kabupaten Madiun itu. Anggarannya bukan per unit akan tetapi kurang dari Rp 300 juta," pungkas tanpa menyebutkan anggaran itu untuk setahun atau untuk beberapa sumur saja.

Saturday, January 4, 2014

PULAU SUMBA - SURGA INVESTASI YANG TERLUPAKAN

Inilah Perjalanan saya untuk ke 3 kalinya mengunjungi Pulau Indah yang terletak di Pov NTT - SUMBA. Sekedar untuk mencocokkan pandangan saya saat kunjungan saya sebelumnya, kali ini disela sela kesibukan menyelesaikan pekerjaan Instalasi Pompa Air Tenaga Surya di Sumba Barat, saya menyempatkan diri mengunjungi beberapa komunitas dan tidak lupa mengunjungi pasar lokal sebagai titik akhir riset kecil saya. Kesan dan kesimpulan saya tidak beda jauh dari hasil riset kecil yang terdahulu bahwa Pulau ini adalah pulau yang memiliki potensi luar biasa, khususnya dibidang peternakan. Tapi sayang-nya kendala pengembangan usaha ini untuk masuk kelas industri masih sama seperti yang dulu yaitu minimnya infrastruktur. Hamparan hijau sabana dengan luas RIBUAN ha seolah tak termanfaatkan secara optimal, karena sepanjang perjalanan saya hanya ketemu 6 ekor kambing lokal.... tak satu ekorpun sapi atau kerbau yang digembala di lokasi yang saya kunjungi. Bertemu dengan seorang penduduk asli, beliau menjelaskan bahwa apa yang saya lihat sekarang adalah hamparan hijau yang ada hanya di musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau kawasan ini akan berubah warna menjadi COKLAT, karena terik matahari dan tidak ada air yang menyirami area ribbuan ha itu. Saya jadi sangat tertantang, karena "hanya" berjarak 2km dari area itu terdapat sumber mata air yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sungguh masalah yang sangat simple untuk diatasi jika masalah air adalah kendala utama di lokasi itu.... pasang pompa, beressssss. Kunjungan akhir saya di pasar hewan setempat membawa hasil yang "sedikit" memprihatinkan karena Sapi yang dijual murah disini nyatanya tidak mudah dijual murah juga di daerah lain yang membutuhkan karena kendala transportasi... saya jadi teringat keluhan seorang pedagang sapi dari Jakarta yang mengatakan bahwa ongkos kirim sapi dari NTT hampir 4 x lipat mahalnya dibanding ongkos kirim dari Darwin - Austalia maupun dari New Zeland... al hasil sapi sapi dari NTT harganya akan mahal juga setelah sampai ditujuan. Semoga bermanfaat...